BIKASMEDIA.COM, KONAWE SELATAN — Kepala Desa (Kades) Lambodi Jaya, Kecamatan Lalembuu, Imam Suhadi, kembali menjadi buah bibir. Kali ini, kepeduliannya terhadap infrastruktur di desanya diwujudkan melalui sebuah langkah yang mendapat apresiasi sekaligus kritik tajam, menambal titik-titik kritis Jalan Provinsi Sulawesi Tenggara di wilayah Lalembuu menggunakan dana pribadinya.
Aksi Kades Suhadi yang memimpin langsung penimbunan lubang dan kerusakan parah pada ruas jalan vital ini memang merupakan respons cepat dan nyata terhadap keluhan warga yang sudah lama terancam bahaya, khususnya saat musim hujan. Namun, langkah ini secara fundamental menyoroti kegagalan tanggung jawab pemerintah provinsi dalam memelihara aset dan menjamin keselamatan publik.
Inisiatif Kades Imam Suhadi menunjukkan sebuah ironi, seorang kepala desa harus menalangi pembiayaan untuk perbaikan jalan yang jelas-jelas merupakan kewenangan dan tanggung jawab mutlak Pemerintah Provinsi. Sumber kerusakan jalan yang kronis dan membahayakan ini mengindikasikan adanya kelalaian dalam alokasi anggaran dan pengawasan rutin.
“Kami sudah tidak bisa menunggu lagi. Ini bukan soal jalan desa, ini jalan provinsi, tapi anak-anak sekolah dan warga yang bawa hasil panen setiap hari jatuh. Kalau bukan kita yang bergerak, siapa? Dana pribadi saya keluarkan bukan karena saya mampu, tapi karena darurat kemanusiaan,” ujar Kades Imam Suhadi. Senin, 25/10/2025.
Aksi ‘heroik’ ini seharusnya menjadi cambuk keras bagi Dinas Pekerjaan Umum dan Bina Marga Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) yang bertanggung jawab atas pemeliharaan infrastruktur ini. Pertanyaannya bukan lagi ‘kapan diperbaiki?’, melainkan ‘mengapa perbaikan harus menunggu dana pribadi seorang kepala desa?’
Seorang tokoh masyarakat Lalembuu yang enggan disebutkan namanya memberikan kritikan pedas terkait situasi ini. “Sudah bertahun-tahun kami lapor, jalan ini seperti kolam kerbau saat hujan. Kami bayar pajak, dan dana perbaikan jalan itu seharusnya sudah teralokasi. Tindakan Kades Suhadi adalah tamparan keras bagi dinas terkait. Ini menunjukkan bahwa birokrasi mereka lebih lambat dari kepedulian satu orang Kades,” kritiknya.
Kepedulian personal Kades Suhadi memang patut diacungi jempol karena berhasil memangkas proses birokrasi yang berbelit, namun hal ini tidak boleh dijadikan pembenaran. Jika setiap kepala daerah harus menggunakan dana pribadinya untuk mengatasi kegagalan infrastruktur di tingkat provinsi, ini menjadi sinyal adanya krisis alokasi anggaran dan prioritas pembangunan di daerah tersebut.
Pemerintah Provinsi Sultra didesak untuk segera memberikan klarifikasi mengenai alokasi dan realisasi anggaran pemeliharaan Jalan Provinsi di wilayah Konawe Selatan, khususnya di Lalembuu. Tindakan Kades Suhadi, meski bertujuan mulia, harus dilihat sebagai puncak gunung es dari masalah infrastruktur yang lebih besar dan harus direspons dengan tindakan perbaikan sistemik, bukan hanya janji-janji perbaikan di masa Pribadi.









